Selasa, 20 Desember 2022 Kelompok Tani RHL PIU BPDAS Palu – Poso melalui Forest Program III Sulawesi berasal dari Desa Alitupu Kecamatan Lore Utara Kabupaten Poso dan Desa Bangga, Desa Baluase dan Desa Bulubete Kecamatan Dolo Selatan Kabupaten Sigi, belajar langsung ke KHDTK Wanagama, Fakultas Kehutanan UGM, Yogyakarta. Kunjungan ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Studi Banding Kelompok RHL Forest Program III Sulawesi, ke Yogyakarta dari tanggal 19-22 Desember 2022.
Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK), dengan spesifik sebagai hutan pendidikan, Konservasi, dan Ekowisata, sebagai wahana pembelajaran pengelolaan hutan (Wanagama Eco Edu Forest). Lokasi tersebut adalah merupakan salah satu lokasi yang dikunjungi oleh Kelompok RHL PIU BPDAS Palu-Poso.
Selama di Wanagama, peserta didampingi langsung oleh Direktur Wanagama, Dr. Ir. Handojo Hadi Nurjanto, M.Agr.Sc. dan Dr. Yeni N.H. Ratnaningrum, S.Hut., M.Sc. dari Divisi Koleksi Genetik dan Kebun Benih Bersertifikat, Wanagama.
Dr. Handojo, menjelaskan bahwa Wanagama yang terletak di kawasan Gunung Kidul dahulu merupakan lahan kritis dengan struktur tanah bebatuan dan solum tanah yang sangat tipis. Kondisi ekologis yang memperihatinkan itu juga diperparah dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang miskin, dan banyak mengalami kasus busung lapar. Peristiwa itu terjadi ditahun 1950-an sampai 1960-an, dimana masyarakat mengandalkan hutan sebagai satu satunya sumber penghasilan. Banyak kayu-kayu diambil dari hutan, sehingga membuat kondisi lahan yang terdegradasi semakin parah.
Namun saat ini, hutan yang gundul dan lahan kritis telah menjadi hutan yang asri, dan penuh dengan pepohonan. Terdapat setidaknya tiga pendekatan yang digunakan sejak awal inisiasi rehabilitasi hutan tersebut, yakni: 1) Pendekatan Biologis, 2) Sosial ekonomi, dan 3) Pemberdayaan dan pelibatan masyarakat dan semua stakeholder secara aktif. Terdapat semangat pengabdian dan nilai ownership yang kuat dalam masa-masa awal pembangunan lahan-lahan gundul tersebut sampai menjadi Wanagama. Ini adalah pelajaran berharga, yang membutuhkan waktu puluhan tahun untuk memetik inspirasi dan pembelajaran dari semua aksi dan kegiatan yang telah dilakukan.
Dr. Yeni juga menjelaskan, bahwa proses rehabilitasi ini melalui rangkaian proses panjang, dengan dimulai dari menanam tanaman bawah atau tanaman penutup tanah dari jenis leguminase (legum cover crop). Lebih jauh lagi, dilakukan penanaman tanaman pionir di awal merehabilitasi lahan untuk merangsang tumbuhnya iklim mikro, paparnya selama mendampingi peserta.
Rahmat, salah satu peserta yang ikut dalam kegiatan tersebut menyatakan, “kegiatan ini sangat membuka wawasan, semangat, dan nilai-nilai pengabdian bagi kami. Utamanya, bagaimana belajar langsung untuk merehabilitasi lahan kritis sampai menjadi hutan seperti ini. Hal ini pelajaran berharga buat kami dan dapat direplikasi ketika kami pulang nanti.
Helmayetti Hamid selaku National Project Officer Forest Programme III-Sulawesi mengharapkan kepada Kelompok Tani RHL agar dapat memanfaatkan momentum ini sebagai wahana belajar sebaik mungkin untuk dibawa pulang. Beliau juga menyampaikan terima kasih kepada Pihak Wanagama yang dengan begitu ramah dan secara serius mendampingi kegiatan ini, khususnya pada Dr. Handojo dan Dr Yeni.